Studi Kelayakan Pembangunan Smelter Freeport Harus Libatkan Banyak Pihak

29-01-2021 / KOMISI VII
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin saat memimpin Tim kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI mengunjungi PT Smelting Gresik di Jawa Timur, Kamis (28/1/2021). Foto : Jaka/Man

 

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin mengatakan studi kelayakan (FS) pembangunan Smelter PT Freeport Indonesia di Gresik perlu melibatkan berbagai macam pihak dalam penyelesaiannya, karena masing-masing pihak masih ada silang pendapat terhadap progres pembangunan smelter. Terbukti dengan progres pembangunan smelter masih diangka 6 persen, padahal sudah dimulai sejak 2018 dan direncanakan selesai tahun 2023.

 

"Dari hasil pembicaraan antara Anggota DPR dapil Papua, Dirjen Minerba dan pihak Freeport bikin saya bingung, terlihat sekali bahwa feasibility studies kita tidak bagus dan tidak terencana dengan benar. Mari kita buat FS nya yang diikuti oleh berbagai macam pihak, sehingga semua pihak bisa terima," kata Alex saat memimpin Tim kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI mengunjungi PT Smelting Gresik di Jawa Timur, Kamis (28/1/2021).

 

Politisi Fraksi Partai Golkar ini menambahkan, mandeknya progres pembangunan smelter freeport juga disebabkan karena adanya efek pandemi. Meskipun demikian, pihak-pihak yang bersinggungan dengan pembangunan smelter itu, harus tetap berkomitmen proyek ini akan selesai sesuai perjanjian dengan pemerintah yang menargetkan bisa beroperasi pada kuartal IV 2023.

 

Pada kesempatan itu, Vice President Hubungan Pemerintah dan Pengembangan Smelter Harry Panca Sakti menyatakan, progres pembangunan smelter masih on the track, dan lebih baik progresnya saat kami melaporkan Januari 2020 kepada pemerintah. Progres pencapaian masih 6 persen karena terdampak pandemi Covid-19, yang membuat pasokan bahan baku pembangunan smelter dari Kanada, Finlandia, maupun Jepang terhambat.

 

"Kita sudah sampaikan kepada pemerintah rencana lain yang mengakomodir karena terdampak pandemi, sekaligus memitigasi. Sebetulnya keuntungan itu di tambang, bukannya di smelter. Karena investasi yang dikeluarkan untuk bangun smelter itu membutuhkan investasi hingga 3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 52 triliun, sedangkan potensi profit cuma 5-10 persen. Jadi kalau bangunnya pinjam duit dari bank, ini memang proyek yang tidak bagus," jelasnya.

 

Di sisi lain, Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, pihaknya sedang mengevaluasi karena biaya untuk membangun smelter tidak sampai 3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 52 triliun  seperti yang dikatakan pihak Freeport. Dengan teknologi yang sama, menurutnya biaya pembangunan smelter bisa lebih murah. 

 

"Tentunya evaluasi ini kami libatkan Freeport serta para pakar, mudah-mudahan nanti biayanya akan lebih murah. Karena kalau murah, kan Freeport juga senang, biaya bisa di tekan. Kemudian tadi Freeport mengatakan dengan membangun smelter, Freeport akan tekor Rp 300 juta per tahun akan juga kami evaluasi, tapi rasanya kalau sampai rugi, smelter di dunia akan tutup," terangya.

 

Selain itu, perlu diketahui bersama, penjualan tahun 2020 PT. Freeport  Indonesia itu sekitar 3,4 miliar dolar AS. Jadi kalau seandainya mau bangun Smelter dengan nilai 3 miliar dolar AS, setahun saja mestinya bisa selesai. (jk/es)

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...